Strategi Branding - Yayasan Mardi Waluya Sukabumi terus berupaya memperkuat citra dan kepercayaan masyarakat melalui branding yang konsisten dan bermakna.
Ditulis oleh Agustinus Mujiya, M.Pd - BeritaYMW
Sabtu, 16 Agustus 2025
“Yayasan Mardi Waluya Sukabumi terus berupaya memperkuat citra dan kepercayaan masyarakat melalui branding yang konsisten dan bermakna.”
Yayasan Mardi Waluya Sukabumi terus berupaya memperkuat citra dan kepercayaan masyarakat melalui branding yang konsisten dan bermakna. Sebagai langkah nyata, yayasan menggelar lokakarya strategi branding selama tiga hari, dari tanggal 8 hingga 10 Agustus 2025, di R.R. St. Lidwina, Sukabumi. Acara ini dihadiri oleh pengurus yayasan, kepala perwakilan, kepala sekolah dan tim kurikulum untuk bersama-sama merancang strategi komunikasi yang efektif, baik melalui visual, narasi, maupun aktivitas, agar nilai-nilai, visi dan misi yayasan dapat lebih mudah dikenal dan dirasakan oleh masyarakat. Harapannya, dengan branding yang kuat, Yayasan Mardi Waluya tidak hanya semakin dipercaya, tetapi juga mampu memperluas dampak positifnya dalam berbagai bidang pelayanan.
Branding bukan sekadar logo atau tagline, melainkan tentang bagaimana masyarakat merasakan dan mengingat sebuah organisasi. Ini dibangun melalui cerita yang konsisten, pengalaman nyata, serta interaksi yang berkesan. Tak hanya itu, branding juga mencakup upaya promosi aktif di berbagai platform, termasuk konten edukatif yang bisa memperkenalkan, meyakinkan, bahkan meluruskan persepsi publik.
Dalam lokakarya ini, Bapak H.J. Sriyanto dan Bapak Kunto hadir sebagai pemateri, membagikan ilmu tentang cara membangun reputasi dan identitas yang kuat sekaligus mudah dikenali. Mereka menekankan bahwa citra organisasi adalah hasil dari kumpulan kesan, keyakinan, dan pengalaman yang terbentuk di benak masyarakat, sesuatu yang terus berkembang seiring interaksi dan informasi yang diterima publik.
Di era digital seperti sekarang, membangun citra organisasi punya tantangan tersendiri. Media sosial mempercepat penyebaran informasi, baik positif maupun negative, sementara ulasan dan komentar masyarakat bisa sangat mempengaruhi persepsi orang lain. Karena itu, transparansi, kecepatan respon, dan konsistensi pesan menjadi kunci utama. Bagi sekolah dan lembaga yang menaungi unit karya pendidikan, kesehatan, dan sosial seperti Yayasan Mardi Waluya Sukabumi, citra yang baik tidak hanya membantu menarik minat calon peserta didik dan pasien, tetapi juga mencerminkan kualitas pelayanan, membangun kepercayaan, dan memastikan keberlanjutan di masa depan.
Faktor Pembentuk Citra Organisasi :
Membangun citra organisasi yang kuat itu seperti menyusun puzzle, butuh banyak elemen yang saling melengkapi. Berikut ini faktor-faktor kunci yang membentuk bagaimana masyarakat memandang sebuah organisasi:
1. Wajah Organisasi : Identitas Visual
Logo, warna yayasan, desain seragam, hingga tata letak media sosial adalah 'wajah pertama' yang dilihat publik. Menurut Melewar dan Karaosmanoglu (2006), elemen visual ini harus dirancang dengan cermat karena menjadi pengingat instan di benak masyarakat. Contohnya, kombinasi warna biru-kotak dan putih di seragam sekolah bisa langsung mengingatkan pada Yayasan Mardi Waluya Sukabumi.
2. Suara Organisasi : Cara Berkomunikasi
Bagaimana sebuah organisasi 'bersuara' di media sosial, iklan, atau siaran pers sangat mempengaruhi persepsi. Cornelissen (2020) menekankan bahwa konsistensi nada bicara (formal/santai) dan frekuensi komunikasi turut membentuk citra. Postingan inspiratif di Instagram atau respons cepat terhadap keluhan di WhatsApp bisa menjadi pembeda.
3. Jiwa Organisasi : Perilaku SDM
Senyum ramah resepsionis, cara guru menyapa orang tua, atau etos kerja staf administrasi – semua ini adalah cerminan nyata nilai-nilai organisasi. Tak heran jika budaya kerja yang positif sering disebut sebagai 'brand yang hidup'.
4. Kenangan Indah : Pengalaman Stakeholder
Mulai dari kemudahan mengurus administrasi hingga kehangatan penerimaan saat pertama kali berkunjung, pengalaman langsung ini akan melekat kuat dalam memori publik. Bahkan cerita dari mulut ke mulut ("Katanya sekolah di sini anak-anak diajarkan disiplin tapi menyenangkan") termasuk pengalaman tidak langsung yang tak kalah berpengaruh.
5. Cerita yang Melekat : Simbol dan Emosi
Seperti halnya Bunda Teresa menjadi simbol pengabdian atau Apple yang identik dengan inovasi, organisasi pun butuh 'wajah' dan cerita yang mudah diingat (Hatch & Schultz, 2003). Mungkin sosok pendiri yayasan atau alumni berprestasi bisa menjadi simbol inspiratif.
6. Cermin Masyarakat : Opini Media
Di era digital, satu postingan viral bisa mengubah citra dalam semalam. Media massa dan sosial kini menjadi panggung tempat citra organisasi terus diperdebatkan dan dibentuk ulang.
Strategi Membangun Citra yang Kokoh
1. Kekuatan Cerita
Setiap organisasi punya kisah unik – sejarah berdiri, prestasi membanggakan, atau nilai-nilai khas. Storytelling yang baik bisa mengubah fakta biasa menjadi cerita emosional yang melekat.
2. Konsistensi di Setiap Sentuhan
Bayangkan jika logo berbeda di setiap dokumen, atau nada bicara di Instagram sangat berbeda dengan surat resmi. Konsistensi di semua saluran komunikasi ini ibarat 'tali pengikat' yang memperkuat ingatan publik.
3. Mendengar Suara Publik
Survei sederhana atau obrolan santai dengan orang tua murid bisa menjadi 'alat ukur' citra yang efektif. Terkadang, ada gap antara yang kita kira dengan yang benar-benar ada di benak masyarakat.
4. Harmoni Tiga Unsur
Identitas (keyakinan internal), citra (yang dikomunikasikan), dan reputasi (pengakuan eksternal) harus selaras. Tak ada gunanya mengklaim 'ramah teknologi' jika di sekolah masih kesulitan dengan proyektor.
5. Transparansi yang Menghangatkan
Saat terjadi kesalahan, pengakuan jujur justru bisa meningkatkan kepercayaan. Masyarakat sekarang lebih menghargai keautentikan daripada kesempurnaan semu.
6. Kolaborasi dengan Komunitas
Citra bukan hanya tugas humas. Setiap guru yang berinteraksi dengan wali murid, setiap siswa yang berbangga dengan almamaternya – mereka semua adalah duta citra yang paling meyakinkan.
Kesimpulan :
Membangun citra organisasi itu seperti menanam pohon – butuh perawatan konsisten dari berbagai sisi. Untuk Yayasan Mardi Waluya, ini berarti menyelaraskan apa yang terlihat (visual), apa yang terdengar (komunikasi), dan apa yang dirasakan (pengalaman) oleh seluruh stakeholder. Dengan pendekatan holistik ini, citra positif akan tumbuh organik dan bertahan lama.
Dengan lokakarya ini, yayasan berharap seluruh elemen di dalamnya dapat bersinergi menciptakan branding yang autentik, relevan, dan berkesan, sehingga masyarakat tidak hanya mengenal, tetapi juga merasakan nilai-nilai positif, visi dan misi yang diusung oleh Yayasan Mardi Waluya Sukabumi.
Galeri foto Kegiatan Lokakarya Startegi Branding YMW